Beranda | Artikel
Menjauhkan Anak dari Ikhtilat
Rabu, 19 Desember 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Zaen

Menjauhkan Anak dari Ikhtilat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan tentang cara mendidik anak secara Islami (fiqih pendidikan anak). Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. pada 19 Muharram 1439 H / 09 Oktober 2017 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Memisahkan Tempat Tidur Anak

Kajian Tentang Menjauhkan Anak dari Ikhtilat

Pada pertemuan sebelumnya kita telah menyampaikan beberapa aturan Islam dalam mengatur masalah pendidikan seksual ini dan kali ini kita akan memasuki poin yang ke-5 setelah sebelumnya kita bahas poin yang pertama sampai yang keempat. Poin yang kelima adalah menjauhkan anak dari ikhtilat.

Apa itu ikhtilat Ustadz?

Ikhtilat itu kira-kira ringkasnya adalah campur baur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya. Kalau dengan mahramnya tidak masalah. Seperti bapak dengan anak, suami dengan istri, ini semua tidak ada masalah. Tapi yang kita bahas adalah campur baur antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahramnya kemudian terjadi interaksi, entah itu sentuhan, entah itu obrolan dan seterusnya.

Dizaman ini ikhtilat sudah sangat umum terjadi. Bahkan sampai dipengajian pun terjadi pengajian pun terjadi ikhtilat. Apalagi tempat-tempat pendidikan, sekolahan, kampus, di kantor, pusat perdagangan, hiburan, tempat rekreasi, sampai angkutan. Entah itu angkutan udara, angkutan laut, angkutan darat, angkutan udara, hampir semuanya itu ada campur baur antara laki-laki dengan perempuan. Dan seakan-akan itu dianggap sesuatu yang biasa. Makanya di negeri kita kalau kita perhatikan, rata-rata sekolahan mulai dari Paud, TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, rata-rata campur baur tanpa sekat. Bahkan saya ingat dahulu ketika masih SD, bukan hanya dicampur dalam satu kelas bahkan disuruh duduk satu bangku putra putri. Dan ini lazim terjadi. Kemudian mereka bukan hanya satu kelas. Ketika di kantin juga campur baur, ketika berangkat juga, ketika pulang juga, kemudian belajar bersama, belajar kelompok campur, di rumah campur, di jalan campur, kemudian di kelas juga campur, bahkan di tempat-tempat yang aurat terbuka juga campur. Seperti di tempat rekreasi, tempat renang, yang ini lebih serem lagi.

Jadi fenomena ikhtilat, campur baur antara laki-laki dan perempuan di negeri kita ini sudah sangat mengerikan, sudah sangat parah. Dan tradisi semacam ini semakin diperparah ketika banyak masyarakat bersikap apatis (tidak peduli). Mungkin tidak pedulinya ini karena ketidaktahuan mereka. Fikirannya, “sudah umum, biasa”. Padahal belum tentu sesuatu yang umum itu benar. Contoh, sekarang masjid umumnya rame atau sepi? Sepi! Itu benar apa salah? Jadi tidak setiap sesuatu yang umum itu benar. Maka tidak bisa dijadikan sebagai dalil, tidak bisa dijadikan sebagai argumen pendukung bahwa sesuatu yang umum itu benar. Tidak!

Bahkan didalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّـهِ ۚ …

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah..” (QS. Al-An’am[6]: 116)

Jadi, umumnya yang dilakukan orang bukanlah dalil bahwa apa yang mereka lakukan benar. Sekarang kita kembalikan. Umumnya sekolah campur baur. Mungkin ada, tapi sedikit sekolah yang peduli untuk memisahkan antara siswa putra dengan siswa putri. Kalau di pesantren hal itu biasa. Kami dulu ketika masih mondok, asrama putra dengan asrama putri itu dipisahkan jauh. Bahkan sampai beda kabupaten. Kami asrama putra di Ponorogo, asrama putrinya di Ngawi. Kalau di sebagian pondok, biasa. Tapi coba di sekolah umum, kecuali yang memang betul-betul kepala sekolahnya punya komitmen tinggi untuk hal tersebut.

Bukan hanya di dunia pendidikan. Termasuk di dunia pekerjaan, bosnya laki-laki, sekretarisnya perempuan. Bahkan memang sengaja ketika menerima lamaran pekerjaan, mencari yang diterima sekretarisnya yang perempuan. Bahkan bukan sembarang perempuan. Dicari yang cantik.

Sehingga ada sebagian orang menganggap itu adalah hal yang biasa. Tapi kalau kita mau jujur, efek buruk dari campur baur itu banyak atau sedikit? Banyak! Dan mungkin tidak sedikit diantara kita sudah mengalami efek buruknya. Salah satu efek pemicu selingkuh adalah karena adanya campur baur yang tadi kita sampaikan. Antara bos dengan sekretarisnya, antara majikan dengan pembantunya, antara dosen dengan mahasiswinya, antara guru dengan muridnya. Ini semuanya, salah satu pemicunya adalah karena adanya ikhtilat yang dianggap biasa dan adanya khalwat.

Jadi ada ikhtilat, ada khalwat. Khalwat adalah berduaan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram. Dan ini sering terjadi. Di rumah antara majikan dengan pembantu, kemudian sopir pribadi dengan majikannya. Mereka melakukan perjalanan jauh berduaan. Kemudian belajar bersama, berkelompok tapi ternyata hanya dua orang. Sekalipun itu ngaji. Maka dari itu para ulama kita dahulu, mereka menasehatkan, “Walaupun kamu mengajarkan Al-Qur’an, maka jangan berduaan.”

Ustadz juga manusia. Jadi jangan difikir ustadz tidak ada tertarik dengan lawan jenis. Kalau tidak tertarik dengan lawan jenis juga malah bahaya.  Coba anda bayangkan, belajar Al-Quran adalah ilmu yang luar biasa bagusnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Ilmu Al-Qur’an adalah ilmu yang terbaik. Itu pun para ulama kita sudah mewanti-wanti. Belajar ilmu terbaik tidak boleh dengan cara seperti itu. Maka Subhanallah jangan kaget ketika Nabi kita sallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali ketiganya adalah setan.” (HR. Tirmidzi)

Ketika ada laki-laki dan perempuan berduaan, biasanya yang muncul dari fikiran itu sesuatu yang tidak baik. Karena memang yang hadir disitu adalah setan. Setan lah yang kemudian memotivasi, menghiasi, mendorong-dorong. Maka ini perlu diwaspadai. Betapa banyak seperti yang saya katakan dari kasus-kasus perselingkuhan, penghianatan dalam rumah tangga, dan seterusnya. Sehingga kalau dilakukan survey, maka akan banyak sekali perzinaan. Dan itu semakin diperparah ketika pakaiannya tidak ditutup dengan benar. Sudah campur baur, terbuka pula.

Laki-laki dan perempuan memang aslinya sudah mempunyai kecenderungan bawaan dari bayi, suka kepada lawan jenis. Justru kalau suka dengan sesama jenis itu yang yang bahaya. Akan tetapi bukan berarti sesuatu yang wajar itu kemudian diumbar sebebas-bebasnya. Didalam agama kita ada aturannya, kapan halal, kapan haram, kapan boleh kapan tidak boleh? Halal ketika sudah ada ikatan resmi yaitu pernikahan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

…وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا ﴿٢١﴾

“…Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa[4]: 21)

Para istri sudah mengambil, sudah punya perjanjian yang kuat dengan para suaminya. Perjanjian itulah pernikahan. Sehingga hubungan ini ada konsekuensinya, bukan hanya hubungan biologis saja. Tidak seperti binatang, tidak seperti hewan, yang jantan mengawini betina dan setelah betinanya hamil yang jantan tidak peduli. Itu bukan perilakunya manusia. Maka kalau ada manusia seperti itu, berarti mirip.

Pernikahan itu adalah perjanjian yang erat, yang kuat, yang punya konsekuensi. Dan itu melatih tanggung jawab. Jadi dalam agama kita, kecenderungan kepada lawan jenis bukan ditutup, akan tetapi diarah. Dan tidak boleh hal itu dirangsang sebelum waktunya. Nah, salah satu bentuk rangsangan itu adalah dengan cara ikhtilat, campur baur yang diperparah dengan tidak sempurna didalam menutup aurat. Akhirnya terjadilah perzinahan antara anak-anak sekolah, setelah berzinahan belum siap nikah akhirnya terjadilah aborsi atau pengguguran kandungan. Karena ternyata digugurkan tidak bisa bisa gugur, akhirnya hamil tua lalu bunuh diri. Dan kasus-kasus ini dengan izin Allah akan bisa dihindari ketika dari awal sumbernya kita tutup. Yaitu ikhtilat atau campur baur.

Dalil Ikhtilat

Banyak dalil yang menjelaskan tentang ikhtilat. Diantaranya hadits yang sangat familiar di telinga kita tentang aturan shaf shalat berjamaah. Kita tahu persis aturan shalat berjamaah, shaf terbaiknya laki-laki di depan, sedangkan perempuan shaf terbaiknya di paling belakang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

Sebaik-baik barisan laki-laki adalah barisan pertama, dan yang paling jelek adalah barisan paling belakang. Sedangkan barisan perempuan yang baik adalah barisan paling belakang, dan barisan yang paling jelek adalah barisan yang paling depan.” (HR. An-Nasa’i)

Kenapa dibedakan? Shaf laki-laki paling baik yang paling depan, tapi yang paling jelek di belakang. Kenapa shaf perempuan sebaliknya?  Yang paling baik justru yang paling belakang, sedangkan yang paling jelek adalah yang paling depan. Pernahkah kita bertanya, “kenapa kok seperti itu?” Kita katakan karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan. Akan tetapi para ulama kita berusaha untuk menggali apa hikmah dibalik ini. Salah satu hikmah yang disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab beliau Syarah Shahih Muslim adalah untuk menghindari ikhtilat atau campur baur. Ketika laki-laki berada di paling depan, perempuan di belakang, tentu itu semakin jauh. Sehingga peluang untuk saling campur, peluang untuk saling melihat, untuk tertarik, peluang bangkitnya naruri atau rangsangan, naluri ketertarikan kepada lawan jenis itu semuanya akan semakin diminimalisir. Padahal itu di masjid. Masjid itu rumahnya Allah yang dikelilingi oleh para malaikat ketika digunakan untuk pengajian. Kalau di masjid saja itu dihindari, apalagi di luar masjid yang setan-setan pada berkeliaran dan gentayangan. Ini salah satu dalil dan masih banyak dan yang lainnya.

Jadi ketika Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan ikhtilat, itu tentu ada hikmahnya. Maka kita sebagai orang tua kalau misalnya kita tidak ingin anak-anak kita itu terjangkiti penyimpangan seksual, perzinaan dan seterusnya, maka kita harus mengawasi hal ini. Kita harus ajarkan anak kita dari dini. Bahwa ini boleh, ini tidak boleh, dan ini butuh waktu. Tidak gampang. Karena memang sudah ada kecenderungan laki-laki suka wanita dan wanita suka laki-laki. Akan tetapi dalam agama kita nafsu harus diarahkan. Kalau sudah menyimpang harus dilawan.

Inilah tugas kita sebagai orang tua, jangan membiarkan anak kita bergaul bebas. Bahkan saya merasa miris, merasa heran ketika ada seorang ibu datang kepada Ustadz dan mengatakan, “Ustadz anak saya kok sampai kuliah belum punya pacar? Kok saya jadi takut, jangan-jangan anak saya ini nggak normal” Justru anda itu bersyukur ketika anak anda sampai kuliah belum punya pacar. Alhamdulillah, berarti dia menjaga kehormatan.

Simak penjelasannya pada menit ke-26:53

Simak Penjelasan Lengkap dan Download mp3 Kajian Tentang Menjauhkan Anak dari Ikhtilat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45492-menjauhkan-anak-dari-ikhtilat/